Jakarta – BINTANGJAGATNEWS. Sabtu, 15 November 2024. Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia mengonfirmasi bahwa Jaksa Jovi Andrea Bachtiar, yang bertugas di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan (Tapsel), telah diberhentikan sementara setelah ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pada konferensi pers yang digelar di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, pada Jumat, 15 November 2024.
“Status yang bersangkutan saat ini sudah menjadi terdakwa dalam perkara pelanggaran UU ITE. Karena dia sudah menjadi terdakwa, sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya,” kata Harli Siregar.
Pemecatan diusulkan berdasarkan pelanggaran disiplin PNS
Harli menambahkan bahwa selain diberhentikan sementara, Jovi Andrea Bachtiar juga telah diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Hal ini dilakukan karena Jovi telah melanggar ketentuan disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), salah satunya dengan tidak masuk kerja selama 29 hari berturut-turut tanpa alasan yang sah. “Saat ini, yang bersangkutan sedang diusulkan untuk diberhentikan dengan hormat tanpa permintaan sendiri, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,” ujar Harli.
Pemberhentian sementara dan usulan pemecatan Jovi juga didasarkan pada pelanggaran disiplin yang lebih serius, yakni ketidakhadiran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu yang lama, yang jelas melanggar aturan kerja sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Kasus yang menjerat Jovi Andrea Bachtiar
Kasus yang membelit Jovi Andrea Bachtiar berawal dari unggahan yang diduga berisi penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap sesama pegawai kejaksaan, yakni Nella Marsella. Jovi diduga sengaja menyebarkan informasi yang bernada kesusilaan melalui media sosial, yang ditujukan kepada Nella. Dalam unggahannya, Jovi menuduh Nella menggunakan mobil dinas Kepala Kejari Tapsel untuk keperluan pribadi, termasuk berpacaran dengan staf di Kejari tersebut.
Nella Marsella, yang merasa dirugikan dan dipermalukan oleh unggahan tersebut, kemudian melaporkan perbuatan Jovi ke pihak berwajib. “Berkali-kali saya sampaikan bahwa Jovi Andrea Bachtiar melakukan tindak pidana di bidang ITE, yaitu tindak pidana kesusilaan melalui beberapa postingannya yang diarahkan kepada seseorang bernama Nella Marsella,” ujar Harli Siregar.
Menurut Harli, Nella merasa dipermalukan dan di-buli oleh unggahan Jovi yang tersebar di media sosial. Meskipun beberapa upaya untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan sudah dilakukan, Jovi tidak pernah meminta maaf kepada korban, sehingga laporan kepolisian tetap dilanjutkan. “Nella keberatan dan malu, dia di-bully. Selama periode Mei 2024 hingga saat ini, yang bersangkutan tidak melakukan permintaan maaf,” jelas Harli.
Pelanggaran UU ITE dan ancaman pidana
Jovi Andrea Bachtiar dijerat dengan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengatur tentang larangan mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang bermuatan kesusilaan tanpa hak. Dalam hal ini, Jovi diduga dengan sengaja menyebarkan informasi yang merugikan pihak lain, yaitu Nella Marsella, melalui media sosial Instagram. Perbuatan ini, menurut Harli, jelas melanggar hukum karena melibatkan tindakan pencemaran nama baik dan penghinaan melalui media elektronik.
“Perbuatan ini adalah tindak pidana yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Masyarakat harus melihat kasus ini secara utuh dan tidak sepotong-sepotong seperti yang diunggah oleh Jovi Andrea Bachtiar di media sosial,” ujar Harli, menegaskan bahwa kasus ini merupakan persoalan pribadi antara Jovi dan korban, yang tidak ada kaitannya dengan institusi Kejaksaan Agung.
Isu yang dibelokkan oleh Jovi
Harli juga menegaskan bahwa Jovi mencoba membelokkan isu dan mengalihkan perhatian publik dengan membesar-besarkan masalah terkait penggunaan mobil dinas Kepala Kejari Tapsel. “Dia mencoba membelokkan isu, mengalihkan perhatian masyarakat dari inti masalah yang sebenarnya, sehingga publik terpecah pendapatnya di media sosial. Kasus ini adalah persoalan pribadi antara yang bersangkutan dengan korban, bukan masalah institusional Kejaksaan,” ungkap Harli.
Harli menambahkan bahwa Kejaksaan Agung tidak pernah melakukan kriminalisasi terhadap pegawainya. Sebaliknya, tindakan hukum terhadap Jovi adalah akibat dari pelanggaran hukum yang dilakukannya secara pribadi, tanpa melibatkan instansi tempat ia bekerja.
Kesimpulan dan langkah selanjutnya
Dengan proses hukum yang sedang berjalan, Jovi Andrea Bachtiar menghadapi ancaman pidana yang cukup serius. Selain itu, dirinya juga terancam kehilangan status sebagai aparatur sipil negara (ASN) akibat ketidakpatuhan terhadap disiplin kerja dan pelanggaran etik yang telah dilakukan. Kasus ini memberikan pelajaran penting mengenai perlunya menjaga etika dan tanggung jawab dalam penggunaan media sosial, terlebih bagi seorang pejabat publik seperti jaksa.
Pihak Kejaksaan Agung, melalui Kapuspenkum Harli Siregar, menegaskan bahwa mereka akan terus mengikuti proses hukum dengan transparansi dan akan memberikan sanksi tegas sesuai peraturan yang berlaku. Publik diharapkan untuk tidak terpengaruh oleh upaya Jovi dalam membelokkan isu dan tetap melihat kasus ini berdasarkan fakta hukum yang ada. (Red)