Jakarta – BINTANGJAGATNEWS. Senin, 18 November 2024. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD baru-baru ini menceritakan pengalamannya yang menggugah saat dirinya menghadapi masalah dengan pengawal pribadi, yang berawal dari kasus kontroversial “Cicak-Buaya”. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Mahfud MD Official pada Minggu, 17 November 2024, Mahfud menceritakan bagaimana dirinya ditinggalkan oleh pengawal-pengawal dari Polri, yang sebelumnya bertugas mengawal kediamannya dan mendampingi dirinya bepergian. Kejadian ini terjadi setelah Mahfud mengambil sikap kontroversial dalam kasus “Cicak-Buaya” pada masa jabatannya sebagai Ketua MK, yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah.
Pengawal Ditarik Setelah Putusan “Cicak-Buaya”
Mahfud mengungkapkan bahwa pada puncak ketegangan terkait kasus “Cicak-Buaya”, yang melibatkan polemik antara KPK dan Kepolisian, ia memutuskan untuk menyatakan bahwa Bibit dan Chandra tidak bersalah, meskipun saat itu keduanya dijadikan tersangka oleh Polri. Keputusan ini, menurut Mahfud, menyebabkan dirinya mendapatkan tekanan luar biasa dari kalangan kepolisian, bahkan berdampak pada pengunduran diri semua pengawalnya yang berasal dari Kepolisian.
“Ketika saya jadi Ketua MK, saya terlibat dalam ketegangan dengan Polri. Saat kasus Cicak-Buaya ini mencuat, tiba-tiba pengawal-pengawal saya ditarik. Semua pengawal dari Polri, yang bertugas menjaga kediaman saya dan menemani saya bepergian, mengundurkan diri. Saya sendirian, pejabat tinggi negara tanpa pengawal,” ucap Mahfud, mengenang saat-saat tersebut.
Mahfud menambahkan bahwa pengunduran diri para pengawalnya itu adalah bentuk disersi, mengingat secara hukum, para anggota Polri yang mengundurkan diri dari tugas pengawalan adalah melanggar aturan dan seharusnya dikenakan sanksi pemecatan. Namun, ia mengungkapkan bahwa meskipun itu adalah bentuk pelanggaran, tidak ada tindakan disipliner yang diambil terhadap mereka.
“Semua pengawal saya, yang jumlahnya sekitar 12 orang, mengundurkan diri serentak. Saya ditinggalkan begitu saja, tanpa ada yang menjaga. Padahal, saya adalah Ketua MK,” ujarnya.
Luhut Kirim Pengawal Kopassus, Mahfud Tiba-Tiba Ditemani Dua Orang Bersenjata
Dalam keadaan tertekan dan merasa terisolasi, Mahfud teringat pada sahabat lamanya, Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat itu sudah beralih ke dunia bisnis dan tidak lagi menjabat di pemerintahan. Mahfud, yang mengenal Luhut sejak keduanya bekerja bersama dalam kabinet pemerintahan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), segera menghubungi Luhut dan menceritakan situasinya. Tak lama setelah itu, Luhut, yang dikenal memiliki jaringan luas di kalangan TNI, mengirimkan dua orang pengawal dari Satuan Penanggulangan Teror (Gultor) Kopassus TNI Angkatan Darat.
“Setelah saya bercerita tentang masalah ini kepada Luhut, dia langsung memberi perintah. ‘Jangan khawatir, kamu sudah ada yang mengawal. Saya kirim dua orang pengawal untuk kamu,’ ujar Luhut kepada saya,” kenang Mahfud.
Mahfud kemudian menceritakan pengalamannya saat bepergian ke Yogyakarta dengan pengawal baru dari Kopassus. Meskipun biasa dijaga oleh banyak orang, kali ini Mahfud merasa sangat berbeda, hanya ditemani dua pengawal yang tampak tegas dan profesional. Namun, ketika ia keluar dari pesawat, salah seorang warga setempat menyambutnya dan berkata, “Pak, saya orangnya Pak Luhut. Bapak tenang saja, ini nomor telepon saya, bapak aman di sini.”
Luhut Tidak Setuju Mahfud Tanpa Pengawal
Luhut yang mendampingi Mahfud dalam menceritakan kisah ini, menegaskan bahwa ia merasa tidak adil jika seorang pejabat setinggi Mahfud, yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK, harus kehilangan pengawalnya hanya karena perselisihan dengan pihak kepolisian. “Tidak benar kalau Pak Mahfud dibiarkan seperti itu. Ketua MK, seorang pejabat tinggi negara, tanpa pengawal. Itu tidak fair. Saya tidak setuju,” ujar Luhut dengan tegas.
Sebagai respons terhadap ketidakadilan tersebut, Luhut memutuskan untuk mengirimkan dua pengawal dari satuan elite Gultor Kopassus untuk menemani Mahfud. “Saya bilang, saya beri dua pengawal untuk Pak Mahfud. Sampai saat ini, saya sendiri hanya punya dua pengawal dari Kopassus,” lanjut Luhut.
Lebih jauh lagi, Luhut tidak hanya mengirim pengawal, tetapi juga menghubungi Kapolda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyatakan ketidaksepakatan terhadap keputusan Polri yang menarik pengawal dari Mahfud. Ia menekankan bahwa seorang pejabat tinggi negara seperti Mahfud tidak seharusnya diperlakukan seperti itu.
Polri Kembali Meminta Maaf
Setelah dua hari mendapatkan pengawalan dari Kopassus, Mahfud kemudian mendapat kunjungan dari perwakilan Polri. Mereka datang untuk meminta maaf atas pengunduran diri pengawal yang sebelumnya ditarik. “Setelah dua hari bersama pengawal dari Kopassus, Polri akhirnya datang dan meminta maaf kepada saya. Mereka bilang, ‘Bapak bisa memilih pengawal, siapa pun, sekelas apa pun, kami tidak akan mempersoalkan,'” tutur Mahfud.
Kisah ini menjadi simbol betapa besar pengaruh keputusan-keputusan hukum dan kebijakan dalam kehidupan pribadi dan profesi seorang pejabat negara. Selain itu, cerita ini juga menggambarkan loyalitas dan persahabatan antara Mahfud MD dan Luhut Binsar Pandjaitan, yang terjalin sejak mereka bekerja bersama di pemerintahan.
Keputusan Luhut untuk mengirimkan dua pengawal dari Kopassus juga memperlihatkan keseriusan dalam menjaga keselamatan seorang pejabat tinggi negara, serta sikap tidak adil yang terjadi dalam sistem pengawalan di tengah ketegangan politik saat itu. Dengan adanya pengawal yang bertanggung jawab, Mahfud merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalani tugasnya, meskipun harus melalui cobaan berat akibat kasus yang melibatkan lembaga negara seperti KPK dan Polri.
Akhir dari Kisah Pengawal: Penerimaan dan Rekonsiliasi
Kisah Mahfud MD ini berakhir dengan rekonsiliasi antara dirinya dan Polri, yang akhirnya memberikan pengawal kembali. Meskipun demikian, pengalamannya ditinggalkan tanpa pengawal di tengah ketegangan politik menjadi pengingat betapa rentannya posisi seorang pejabat negara dalam situasi politik yang penuh dinamika. (Red)