Sorong – BINTANGJAGATNEWS. Jum’at, 13 Desember 2024. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong resmi menahan tiga tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara senilai Rp 2,3 miliar dalam proyek pembangunan Puskesmas Afirmasi dan rumah jabatan tenaga kesehatan di Kampung Kabare, Distrik Waigeo Utara, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Proyek ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2019 dengan total anggaran mencapai Rp 13 miliar.
Tiga tersangka yang ditahan, yakni AA, WS, dan JL, masing-masing dijerat dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan anggaran proyek. Penetapan status tersangka ini dilakukan pada Kamis, 12 Desember 2024, dan penahanan terhadap ketiganya dilakukan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIB Sorong.
Kerugian Negara Sebesar Rp 2,3 Miliar
Menurut Makrun, Kepala Kejari Sorong, perbuatan ketiga tersangka menyebabkan kerugian negara yang signifikan, yakni Rp 2.353.956.553,70. Makrun menjelaskan bahwa kerugian ini muncul akibat penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangunan Puskesmas dan rumah jabatan yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK), yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan layanan kesehatan di wilayah terpencil.
“Akibat perbuatan para tersangka, keuangan negara mengalami kerugian yang sangat besar, yakni lebih dari dua miliar rupiah. Proyek yang seharusnya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.” tegas Makrun dalam keterangannya kepada wartawan pada Kamis, 12 Desember 2024.
Alasan Penahanan Berdasarkan Pasal 21 Ayat (1) KUHAP
Makrun menjelaskan bahwa ketiga tersangka ditahan berdasarkan pertimbangan subjektif yang diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, yang mengatur alasan penahanan. Tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mengulangi tindak pidana serupa. Oleh karena itu, penahanan dilakukan untuk memastikan kelancaran proses penyidikan dan menjaga agar para tersangka tidak mengganggu jalannya hukum.
“Kami beralasan bahwa tersangka-tersangka ini sangat mungkin akan menghilangkan barang bukti yang ada atau bahkan melarikan diri, mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus ini. Penahanan merupakan langkah yang tepat untuk mencegah hal tersebut.” kata Makrun.
Peran Tersangka dalam Penyimpangan Proyek
Kejari Sorong juga mengungkapkan peran masing-masing tersangka dalam penyimpangan anggaran proyek pembangunan Puskesmas dan rumah jabatan. AA, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat, diduga telah menginstruksikan tersangka JL untuk meminjam perusahaan konsultan yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada. JL kemudian bekerja sama dengan WS, yang merupakan Direktur PT ZMP, perusahaan yang menangani proyek tersebut, untuk menyusun laporan bulanan fiktif.
“AA memerintahkan JL untuk meminjam perusahaan konsultan perencanaan dan pengawasan dari Direktur CV ARK, meskipun perusahaan tersebut tidak memiliki kompetensi yang memadai. Selanjutnya, laporan bulanan yang disusun oleh mereka hanya fiktif, tanpa adanya pekerjaan yang sesuai dengan laporan tersebut.” jelas Makrun.
Selain itu, WS, selaku Direktur PT ZMP, juga terlibat dalam penyelewengan anggaran dengan meminjamkan perusahaan kepada kontraktor lain, yakni CV CPP, yang sebenarnya tidak terlibat dalam pelaksanaan proyek sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya manipulasi dalam laporan bulanan, pembayaran atas pekerjaan yang belum selesai dilakukan secara tidak sah, sehingga merugikan negara.
Proyek dengan Anggaran Rp 13 Miliar, Dikelola Tidak Sesuai Prosedur
Proyek pembangunan Puskesmas dan rumah jabatan tenaga kesehatan ini sebenarnya merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di daerah terpencil. Namun, dengan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh para tersangka, proyek tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan justru mengarah pada penyalahgunaan dana yang mengancam kelancaran program pembangunan.
“Seharusnya proyek ini digunakan untuk kepentingan masyarakat, terutama dalam meningkatkan kualitas kesehatan di daerah terpencil. Namun, tindakan para tersangka jelas bertentangan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan yang seharusnya menjadi dasar pelaksanaan proyek pemerintah.” ujar Makrun.
Ancaman Hukum untuk Tersangka
Ketiga tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam dengan hukuman penjara minimal lima tahun atau lebih, serta denda yang setimpal dengan kerugian yang ditimbulkan. Tindak pidana korupsi yang mereka lakukan dinilai sebagai perbuatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.
“Kami akan terus berkomitmen untuk memproses kasus ini secara transparan dan profesional. Tidak ada tempat bagi pelaku korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Ke depannya, Kejari Sorong akan terus berupaya mengungkap dan menuntaskan setiap kasus korupsi yang ada.” tegas Makrun.
Tindak Lanjut dan Komitmen Kejari Sorong
Kejari Sorong memastikan bahwa proses hukum terhadap ketiga tersangka akan berjalan dengan penuh ketelitian dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kejaksaan juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting dalam upaya mencegah terjadinya korupsi dalam proyek-proyek pemerintah, terutama yang bersumber dari dana alokasi khusus yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Dengan penahanan ini, Kejari Sorong mengingatkan bahwa tidak ada ruang bagi tindakan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana publik. “Ke depannya, Kejari Sorong akan terus meningkatkan pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah, terutama yang bersifat besar dan melibatkan anggaran negara.” (Red)