Kota Bengkulu – BINTANGJAGATNEWS. Sabtu, 14 Desember 2024. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terus mengembangkan penyidikan terhadap kasus dugaan perbuatan melawan hukum dan indikasi kerugian negara yang melibatkan tanah milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu, yang saat ini menjadi lokasi berdirinya Pasar Tradisional Modern (PTM) Mega Mall. Dalam rangka penyidikan kasus tersebut, puluhan saksi telah diperiksa oleh penyidik Penyidikan Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bengkulu.
Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo Dwiharjo, SH, MH, mengungkapkan bahwa sejauh ini sudah ada 20 saksi yang dimintai keterangan. Saksi-saksi ini berasal dari berbagai kalangan, termasuk penyelenggara negara, pihak perbankan, dan sejumlah pihak terkait lainnya yang memiliki keterkaitan langsung dengan penyidikan. Kejati Bengkulu memastikan bahwa penyidikan akan terus berlanjut dan membutuhkan waktu yang lebih lama, mengingat dugaan perbuatan melawan hukum ini telah terjadi selama puluhan tahun dan melibatkan sejumlah proses administrasi dan peralihan status lahan yang kompleks.
“Ada saksi dari penyelenggara negara, baik yang sudah tidak aktif maupun yang masih aktif. Selain itu, ada juga saksi dari perbankan dan pihak-pihak lain yang terkait. Penyidikan ini memang memerlukan waktu karena dugaan perbuatan melawan hukum ini sudah terjadi sejak lama, yakni sejak tahun 2004, jadi kami harus sangat teliti dalam memeriksa setiap informasi yang ada,” kata Danang saat dihubungi oleh awak media pada Jumat (13/12/2024).
Proses Perubahan Status Tanah yang Mencurigakan
Kasus ini bermula pada tahun 2004, ketika tanah yang saat ini menjadi lokasi Mega Mall masih berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemkot Bengkulu. Seiring berjalannya waktu, tanah tersebut diduga berubah statusnya menjadi Hak Guna Usaha (HGU) tanpa prosedur yang jelas, dan kemudian terpecah menjadi dua bidang HGU – satu untuk lahan Mega Mall dan satu lagi untuk lahan pasar.
Setelah tanah tersebut berstatus HGU, manajemen Mega Mall kemudian menggunakan lahan itu sebagai jaminan kredit untuk meminjam uang dari bank. Namun, seiring berjalannya waktu, pihak Mega Mall diduga gagal membayar utangnya kepada bank pertama. Dalam upaya menutupi utang tersebut, pihak manajemen Mega Mall kemudian mengagunkan kembali lahan tersebut ke bank kedua.
Namun, kegagalan untuk membayar utang ke bank kedua semakin memperburuk situasi, sehingga tanah milik Pemkot Bengkulu yang semula dijadikan jaminan, kini berisiko untuk alih status dan berpotensi disita jika utang ketiga kepada pihak lain juga tidak dapat dilunasi. Ini berpotensi mengakibatkan kerugian besar bagi Pemkot Bengkulu dan ancaman kehilangan aset negara yang sangat bernilai.
Ancaman Hilangnya Aset Negara dan Kerugian Keuangan yang Signifikan
Ironisnya, sejak awal pendirian Mega Mall hingga saat ini, pihak manajemen PTM diduga tidak pernah memberikan kontribusi apapun kepada Pemda Bengkulu. Sejak beroperasi, PTM tidak pernah membayar kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang seharusnya menjadi bagian dari pendapatan daerah. Akibatnya, Pemkot Bengkulu diperkirakan mengalami kerugian keuangan negara yang jumlahnya bisa mencapai puluhan miliar rupiah.
Selain itu, penyidik Kejati Bengkulu juga mendalami adanya dugaan bahwa perubahan status lahan dan praktik pengelolaan yang tidak transparan ini bertujuan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, sementara Pemkot Bengkulu justru dirugikan secara signifikan. Hal ini semakin memperburuk gambaran mengenai tata kelola pengelolaan aset daerah yang tidak sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
Pemeriksaan Saksi dan Tindak Lanjut Penyidikan
Salah satu saksi yang telah diperiksa adalah Ahmad Kanedi, yang menjabat sebagai Wali Kota Bengkulu pada periode 2007-2012. Pemeriksaan terhadap Ahmad Kanedi dilakukan karena diduga yang bersangkutan mengetahui sistem kerjasama antara Pemkot Bengkulu dan Mega Mall, yang sudah berlangsung sejak tahun 2004. Dalam konteks ini, Kejati Bengkulu akan memeriksa lebih lanjut apakah ada kewajiban hukum yang diabaikan, baik oleh Pemkot Bengkulu maupun oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kesepakatan kerjasama pengelolaan tanah tersebut.
Dalam proses penyidikan ini, Kejati Bengkulu terus berkomitmen untuk mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan tanah Pemkot Bengkulu, serta memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan penggelapan aset negara akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Potensi Sanksi Hukum
Jika terbukti bahwa pihak-pihak terkait dalam kasus ini melakukan perbuatan melawan hukum, maka mereka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), terutama yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan aset negara. Tindak pidana korupsi dalam bentuk penggelapan dan penyalahgunaan jaminan berpotensi merugikan keuangan negara dan mengarah pada pidana penjara serta denda yang signifikan bagi pelaku.
Kejati Bengkulu juga akan terus mendalami kemungkinan adanya peran serta pihak-pihak lain, baik dari kalangan penyelenggara negara maupun pihak swasta, yang mungkin ikut terlibat dalam praktik ilegal ini. Semua pihak yang terlibat dalam penyimpangan administrasi dan pengelolaan lahan negara yang tidak sesuai dengan aturan akan dimintai pertanggungjawaban penuh.
Kesimpulan
- Kejati Bengkulu telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus dugaan kerugian negara terkait pengelolaan tanah Pemkot Bengkulu yang digunakan untuk Mega Mall.
- Perubahan status lahan dari HPL menjadi HGU dan praktik pengagunan lahan tersebut untuk menutupi utang bank menyebabkan potensi kerugian negara yang besar.
- Pihak Mega Mall diduga tidak pernah membayar PNBP ke Pemda Bengkulu, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara yang mencapai puluhan miliar rupiah.
- Kasus ini masih dalam penyidikan, dan sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam perbuatan melawan hukum dan korupsi.
Kejati Bengkulu menegaskan akan terus bekerja dengan hati-hati dan transparan dalam mengungkap dugaan penyalahgunaan ini, dengan tujuan agar aset negara tidak hilang dan kerugian negara dapat diminimalisir. (Red)