Sukabumi – BINTANGJAGATNEWS. Minggu, 3 November 2024. Informasi yang dihimpun oleh awak media mengenai dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi telah menjadi sorotan publik, terutama di kalangan kelompok tani yang merupakan penerima manfaat dari program-program Dinas Pertanian.
Masyarakat petani menuntut agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan penindakan terhadap praktik-praktik korupsi yang diduga terjadi.
Pada tahun anggaran 2023, alokasi dana untuk program pembangunan, rehabilitasi, dan pemeliharaan jaringan irigasi usaha tani tercatat sebesar Rp 38.615.570.000,-. Selain itu, pembangunan, rehabilitasi, dan pemeliharaan jalan usaha tani juga menganggarkan Rp 13.543.214.000,-. Angka-angka ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung sektor pertanian, namun dalam praktiknya, terdapat dugaan penyimpangan.
Seorang sumber berinisial N mengungkapkan bahwa dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, terdapat kewajiban penyetoran yang harus dipenuhi oleh para kontraktor, berkisar antara 10% hingga 12% dari pagu anggaran. “Dana tersebut disetorkan kepada seorang pejabat di bidang tertentu,” ungkap N. Namun, ia enggan menyebutkan identitas pejabat tersebut. “Apabila tidak setor, kontraktor tidak akan mendapatkan pekerjaan,” tambahnya.
Di Kampung Udug, Desa Neglasari, Kecamatan Purabaya, kelompok tani TJ mengungkapkan bahwa mereka menerima anggaran sebesar Rp 190.000.000 untuk proyek jalan usaha tani. Anggota kelompok tani yang tidak ingin disebutkan namanya melaporkan bahwa setelah dana dicairkan, Kepala Desa LR meminta 30% dari jumlah tersebut, atau sekitar Rp 57.000.000, dengan alasan akan mentransfer dana kepada pihak tertentu.
Lebih mencengangkan, informasi dari UPTD Pertanian Jampang Tengah menyebutkan bahwa mereka juga mengutip tambahan sebesar 10% dari dana JUT yang berjumlah sekitar Rp 19.000.000, yang diduga diterima oleh oknum berinisial B.
Kekecewaan kelompok tani TJ semakin mendalam ketika mereka menyoroti ketidakjelasan penggunaan anggaran Rp 190.000.000 untuk pembangunan jalan di Kampung Babakan Blok Makam Raksa Baya. Pada saat sosialisasi anggaran, mereka hanya menemukan sisa dana sebesar Rp 119.000.000. Ketika ditanya, ketua kelompok yang juga menjabat sebagai sekretaris desa menyatakan, “Sisanya untuk bayar pajak dan setoran ke sana,” tanpa memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai tujuan setoran tersebut.
Hakim, Ketua RT 03/RW 05, menambahkan bahwa pada tahun 2023, pembangunan irigasi di kampungnya menggunakan anggaran sebesar Rp 185.000.000. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap kualitas pekerjaan yang hanya mencapai 50% dari total anggaran. “Warga setempat tidak memiliki sawah di lokasi tersebut,” keluhnya.
Dalam menanggapi dugaan ini, seorang praktisi hukum yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “APH seharusnya memiliki cukup bukti untuk mengungkapkan kasus ini. Keterangan dari kelompok tani sebagai penerima manfaat dapat menjadi saksi yang kuat.” Ia menegaskan pentingnya tindakan tegas dalam memberantas praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Pernyataan tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan perlunya penegakan hukum untuk memberantas kebocoran anggaran. Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari APH dalam menangani dugaan korupsi di Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi. (Skm)