Cirebon – BINTANGJAGATNEWS. Selasa,17 Desember 2024. Mahkamah Agung (MA) pada Senin, 16 Desember 2024, menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eky di Cirebon, Jawa Barat. Para terpidana tersebut adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana. Permohonan PK ini terdaftar dalam dua berkas perkara yang berbeda, yakni nomor 198/PK/PID/2024 untuk Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya, serta nomor 199/PK/PID/2024 untuk Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, Supriyanto, dan Jaya. Namun, meski berkas perkara terpisah, kedua perkara tersebut diadili oleh Ketua Majelis Hakim Burhan Dahlan.
“Amar putusan, tolak PK para terpidana,” demikian bunyi putusan yang tercatat dalam laman resmi Mahkamah Agung. Dengan ditolaknya permohonan PK, maka putusan sebelumnya yang memvonis ketujuh terpidana dengan hukuman penjara seumur hidup tetap berlaku.
Siapa Burhan Dahlan, Hakim Ketua yang Memimpin Sidang PK Kasus Vina?
Burhan Dahlan, yang saat ini menjabat sebagai Hakim Agung dan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung, merupakan sosok yang sudah sangat berpengalaman di dunia hukum. Lahir di Bandung, Jawa Barat pada 1 Januari 1955, Burhan Dahlan menempuh pendidikan sarjana hukum di Sekolah Tinggi Hukum Militer dan meraih gelar Magister Hukum di lembaga yang sama. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya dan memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Jayabaya, Jakarta.
Burhan Dahlan bukan hanya seorang hakim, namun juga seorang purnawirawan TNI yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang hukum militer. Ia dilantik sebagai Hakim Agung pada 11 Maret 2013, dan pada 9 Oktober 2018, Burhan Dahlan dipercaya menjabat sebagai Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung, menggantikan Timur P. Manurung, SH., MM. yang memasuki masa pensiun.
Karier Burhan Dahlan di dunia hukum militer sangat cemerlang, dengan berbagai jabatan penting yang pernah diembannya, antara lain sebagai Panitera Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta, Kepala Hukum KOSTRAD, Kepala Hukum Kodam Siliwangi, dan Kepala Pengadilan Militer di berbagai wilayah, seperti Surabaya, Bandung, dan Jakarta.
Alasan Penolakan PK Kasus Vina oleh MA
Mengenai permohonan PK yang diajukan oleh ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon, Mahkamah Agung melalui juru bicaranya, Yanto, menjelaskan bahwa terdapat dua pertimbangan utama yang mendasari keputusan untuk menolak permohonan tersebut. Pertama, MA menilai bahwa tidak terdapat kekhilafan baik dari Judex Facti (pengadilan tingkat pertama) maupun Judex Juris (pengadilan tingkat banding) dalam mengadili perkara ini. Kedua, MA menilai bahwa bukti baru (novum) yang diajukan oleh terpidana bukanlah bukti baru yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 263 ayat 2A KUHAP, yang mengatur tentang bukti baru dalam permohonan PK.
“Para terpidana tidak dapat membuktikan adanya kekhilafan dalam putusan sebelumnya, dan bukti yang diajukan bukanlah novum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang,” kata Yanto dalam konferensi pers yang digelar di Mahkamah Agung.
Dengan demikian, dengan ditolaknya permohonan PK, putusan sebelumnya yang menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada tujuh terpidana tetap berlaku. Para terpidana ini harus menjalani hukuman mereka sesuai dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. (Red)