Jakarta – BINTANGJAGATNEWS. Jum’at, 6 Desember 2024. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada), terkait dengan mutasi pejabat yang dilakukan oleh Bupati Sukabumi, Marwan Hamami. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 18 November 2024.

Bima Arya menegaskan bahwa Kemendagri akan melakukan pendalaman terhadap temuan yang disampaikan oleh anggota Komisi II, Heri Gunawan, mengenai mutasi jabatan yang dilaksanakan oleh Pemkab Sukabumi. Menurut Bima, Kebijakan Kemendagri dalam hal pelantikan dan mutasi pejabat selama masa Pilkada 2024 sangat jelas dan selektif. “Kami akan menindaklanjuti jika ditemukan pelanggaran. Kami akan memverifikasi dan kemungkinan besar akan membatalkan keputusan tersebut serta memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar,” kata Bima.

Kendati demikian, Bima menjelaskan bahwa Kemendagri hanya memberikan izin untuk mutasi pejabat di daerah yang sangat membutuhkan, terutama terkait dengan bencana. “Pelantikan pejabat dalam kondisi darurat seperti bencana alam bisa dipertimbangkan, tetapi di luar itu sangat sulit untuk disetujui,” ujar Bima. (Dikutip dari M. ANTARA News.Com 20-11-2024)

Pelanggaran yang dimaksud merujuk pada ketentuan Pasal 71 Ayat 2 UU Pilkada yang melarang kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota) untuk mengganti pejabat enam bulan sebelum penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya praktik politik yang bisa menguntungkan calon tertentu pada masa kampanye Pilkada.

Sertifikasi Persetujuan Mendagri
Terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di Kabupaten Sukabumi, Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Sukabumi memberikan klarifikasi bahwa pelantikan pejabat tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala BKPSDM Sukabumi, Teja Sumirah, menjelaskan bahwa proses pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan pejabat di Pemerintah Kabupaten Sukabumi telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri, sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Mendagri.

Teja menambahkan bahwa Surat Persetujuan Mendagri Nomor 100.2.2.6/3990/SJ tanggal 21 Agustus 2024 dan Nomor 100.2.2.6/7777/OTDA tanggal 2 Oktober 2024 telah dikeluarkan untuk menyetujui pelantikan pejabat pimpinan tinggi pratama dan pejabat administrator di lingkungan Pemkab Sukabumi. “Pelantikan ini dilakukan untuk mengisi jabatan kosong, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kabupaten Sukabumi,” tegas Teja. (Dikutip dari News.Sukabumi.ID Jum’at, 22 November 2024.)

Namun demikian, meskipun BKPSDM mengklaim bahwa pelantikan tersebut sah, muncul isu di kalangan ASN di Kabupaten Sukabumi terkait kelengkapan administrasi mutasi jabatan yang diduga tidak disetujui oleh Wakil Bupati Sukabumi, Iyos Sumantri. Jika isu ini terbukti benar, maka Surat Keputusan mutasi tersebut bisa digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena tidak memenuhi prosedur formal yang sah.

Gugatan Terhadap Kemendagri dan Pemkab Sukabumi
Di sisi lain, Ormas Diaga Muda Indonesia DPC Kabupaten Sukabumi, yang diwakili oleh Aya Era, menyatakan rencana untuk menggugat Menteri Dalam Negeri terkait mutasi jabatan yang dilakukan oleh Bupati Sukabumi, Marwan Hamami. Menurut Aya, pelantikan pejabat yang dilakukan menjelang Pilkada 2024 berpotensi melanggar UU Pilkada, mengingat tidak ada urgensi darurat yang mendasari pelantikan tersebut.

“Kami akan menggugat ke PTUN karena kami tidak puas dengan klarifikasi yang diberikan oleh pihak Pemkab Sukabumi maupun Kemendagri. Dugaan pelanggaran terhadap UU Pilkada harus diselesaikan secara hukum agar menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Kami juga akan menyiapkan tim advokat untuk memproses gugatan ini,” ujar Aya kepada awak media pada 5 Desember 2024.

Gugatan ini mengarah pada ketidakpuasan terhadap pelaksanaan kebijakan pelantikan pejabat yang dianggap tidak mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku, khususnya Pasal 71 Ayat 2 UU Pilkada. Menurut Aya, kebijakan semacam ini berpotensi mengarah pada penyalahgunaan kewenangan oleh kepala daerah dan harus diusut tuntas melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Kesimpulan
Kasus dugaan pelanggaran UU Pilkada yang melibatkan Bupati Sukabumi ini mencuat sebagai contoh penting bagaimana aturan dalam penyelenggaraan Pilkada harus dipatuhi untuk menjaga integritas dan keadilan dalam proses politik. Semua pihak, baik pemerintah daerah maupun pihak terkait lainnya, diharapkan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak hanya sah secara administratif tetapi juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demi mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan demokrasi.

Sampai saat ini, belum ada klarifikasi resmi dari Wakil Bupati Sukabumi terkait hal ini, namun perkembangan lebih lanjut diperkirakan akan segera terungkap setelah gugatan diajukan ke PTUN. “Kami menunggu proses hukum ini agar kedepannya tidak ada lagi kebijakan yang bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku,” pungkas Aya. (Hasan)

Please follow and like us:
Pin Share