Jakarta – BINTANGJAGATNEWS. Rabu, 11 Desember 2024. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis bebas yang dijatuhkan kepada Ryan Susanto, yang lebih dikenal dengan nama Afung, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penambangan timah ilegal di Bangka Belitung. Keputusan bebas yang diterima oleh Afung di tingkat Pengadilan Negeri Pangkalpinang pada awal Desember 2024 ini menuai ketidakpuasan dari pihak Kejagung, yang menyatakan bahwa putusan tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
Kejagung Tidak Setuju dengan Putusan Pengadilan
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya kepada wartawan pada Selasa (10/12) mengungkapkan bahwa Kejagung sangat tidak setuju dengan vonis bebas yang dijatuhkan oleh majelis hakim. “Kami telah mengambil langkah untuk mengajukan kasasi dalam waktu 14 hari yang ditentukan oleh KUHAP, dan pada 2 Desember 2024, JPU telah resmi mengajukan kasasi sesuai dengan akta permohonan kasasi,” ujar Harli. Kasasi diajukan setelah Kejagung menilai bahwa putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan dan bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku.
Harli menegaskan bahwa Kejagung meyakini perbuatan Afung adalah tindakan pidana korupsi yang merugikan negara, sesuai dengan dakwaan yang telah disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Kami memiliki pandangan yang berbeda dengan majelis hakim dalam hal penafsiran normatif. Kami yakin bahwa yang dilakukan oleh Afung adalah tindak pidana korupsi yang merugikan negara, dan ini sudah jelas tercantum dalam dakwaan kami,” tambah Harli.
Kasus Penambangan Ilegal yang Merugikan Negara Rp59,2 Miliar
Ryan Susanto alias Afung dijerat dengan tuduhan melakukan korupsi terkait penambangan timah ilegal bersama dengan rekannya, Riko alias Teteng alias Pipin, di Belinyu, Kabupaten Bangka, pada periode 2022 hingga 2023. Dalam dakwaan, Kejagung mengungkapkan bahwa tindakan penambangan ilegal ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat besar, dengan total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp59,2 miliar.
Rincian kerugian tersebut terdiri dari kerusakan ekosistem mangrove yang diperkirakan menimbulkan kerugian senilai Rp47,2 miliar selama 10 tahun, serta biaya pemulihan lingkungan yang diperkirakan sebesar Rp12 miliar. Kerugian ini mencakup biaya-biaya ekologis, kerugian ekonomi akibat kerusakan lingkungan, serta biaya untuk pemulihan fungsi ekosistem yang telah hilang. Sumber kerugian negara ini menjadi dasar penting dalam dakwaan Jaksa yang menyatakan bahwa Afung telah menyebabkan kerugian negara yang tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga ekologis.
Tuntutan Jaksa dan Vonis yang Tidak Sesuai dengan Tuntutan
Dalam proses persidangan sebelumnya, JPU menuntut Afung dengan hukuman pidana penjara selama 16,5 tahun, denda sebesar Rp750 juta, serta kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp61 miliar. Tuntutan ini berdasarkan fakta bahwa Afung diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp2,3 miliar melalui hasil korupsi, sementara kerugian yang ditimbulkan terhadap keuangan negara mencapai Rp2,1 miliar.
Namun, pada akhirnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang memutuskan untuk membebaskan Afung dari semua tuduhan. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat bukti-bukti yang ada dan perhitungan kerugian negara yang jelas tercantum dalam hasil audit.
Pihak Kejagung Menghormati Putusan Hakim, Namun Terus Berjuang untuk Keadilan
Meski mengajukan kasasi, Harli Siregar menegaskan bahwa pihak Kejagung tetap menghormati putusan hakim meskipun tidak sepakat dengan hasilnya. “Kami menghormati putusan hakim, namun kami memiliki keyakinan hukum yang berbeda. Oleh karena itu, kami mengajukan kasasi untuk memastikan bahwa keadilan dapat ditegakkan sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan,” ujar Harli.
Keputusan untuk mengajukan kasasi ini mencerminkan komitmen Kejaksaan Agung untuk tidak membiarkan tindakan korupsi, terutama yang melibatkan kerugian negara dalam jumlah besar, lolos tanpa pertanggungjawaban yang sesuai. Kejagung juga berharap Mahkamah Agung akan mempertimbangkan dengan seksama bukti-bukti yang ada dan memutuskan perkara ini berdasarkan prinsip keadilan yang seadil-adilnya.
Proses Hukum yang Belum Berakhir
Kasasi yang diajukan oleh Kejagung kini berada di tangan Mahkamah Agung. Proses hukum ini menjadi sorotan, mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh praktik penambangan ilegal dan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Jika kasasi diterima, maka putusan hakim yang membebaskan Afung dapat dibatalkan, dan proses hukum dapat dilanjutkan sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa.
Kasus ini juga menjadi pengingat penting tentang perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap kegiatan ekonomi yang berisiko merusak lingkungan, serta pentingnya pemberantasan korupsi dalam setiap sektor, termasuk yang berkaitan dengan sumber daya alam. Kejagung berharap, dengan adanya langkah kasasi ini, keadilan akan tetap ditegakkan dan praktik korupsi yang merugikan negara dapat dihentikan. (Red)