Manokwari – BINTANGJAGATNEWS. Jum’at, 13 Desember 2024. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat kembali menahan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan proyek peningkatan jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Teluk Bintuni. Total kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini mencapai Rp 8,5 miliar, dan kini ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pada Selasa, 10 Desember 2024, Kejati Papua Barat menahan dua tersangka baru berinisial NK, selaku Bendahara Pengeluaran Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Barat, dan BSAB, selaku Kasubag PPK SKPD Dinas PUPR. Kedua tersangka ini bergabung dengan tiga tersangka sebelumnya yang sudah ditahan sejak 18 November 2024. Mereka adalah DA, Direktur PT PSD (konsultan pengawas), dan AK, Inspektur PT PSD.
Penahanan Berdasarkan Bukti Penyalahgunaan Proses Pembayaran
Kepala Kejati Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, menjelaskan bahwa penahanan kedua tersangka tersebut merupakan hasil dari pengembangan penyidikan dalam perkara korupsi proyek jalan Mogoy-Merdey. Menurut Syarifuddin, NK diduga sengaja melanggar hukum dengan memproses permohonan tagihan pembayaran 100 persen dari CV Gloria Bintang Timur, yang merupakan kontraktor pelaksana proyek, tanpa melengkapi dokumen yang diwajibkan.
“NK dengan sengaja mengeluarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-LS) untuk pembayaran 100 persen terhadap CV Gloria Bintang Timur, meskipun dokumen persyaratan yang harusnya ada tidak lengkap dan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seharusnya, yang bersangkutan menolak untuk memproses pembayaran tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Syarifuddin.
Tersangka BSAB Setujui Pembayaran Tanpa Proses Verifikasi yang Tepat
Sementara itu, BSAB selaku Kasubag PPK SKPD Dinas PUPR juga diduga telah mengabaikan tugasnya untuk memverifikasi dan meneliti kelengkapan dokumen sebelum menyetujui pembayaran. BSAB dilaporkan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada CV Gloria Bintang Timur meskipun progres pekerjaan di lapangan baru mencapai 51,11 persen pada akhir tahun anggaran 2023.
“BSAB seharusnya meneliti dan memverifikasi terlebih dahulu Surat Permintaan Pembayaran (SPP-LS) yang diajukan. Dengan tindakan para tersangka, pembayaran kepada CV Gloria Bintang Timur dilakukan secara penuh 100 persen, meskipun pekerjaan tidak sesuai dengan progres yang telah ditentukan. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 8.535.162.000.” tegas Syarifuddin.
Proyek yang Merugikan Keuangan Negara
Proyek peningkatan jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Teluk Bintuni, yang dikerjakan dengan anggaran negara tahun 2023, diduga telah disalahgunakan dalam pelaksanaannya. Penyalahgunaan anggaran tersebut menyebabkan pembayaran dilakukan lebih cepat dari yang seharusnya, bahkan sebelum pekerjaan yang sesuai dengan kontrak selesai dikerjakan. Hal ini mengindikasikan adanya praktik manipulasi yang merugikan keuangan negara dan berpotensi menghambat pembangunan yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.
Kasus ini menggambarkan dengan jelas bagaimana potensi penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan anggaran negara dapat merugikan masyarakat dan pembangunan daerah, serta menjadi pembelajaran penting dalam pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah di masa mendatang.
Ancaman Hukuman Berat bagi Tersangka
Dalam keterangannya, Rachmad Sentosa, Plt Kasipenkum Kejati Papua Barat, menegaskan bahwa para tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam dengan pidana penjara minimal lima tahun.
“Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 karena diduga kuat telah melakukan tindak pidana yang merugikan negara. Selain itu, ada kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana, maka penahanan dilakukan sebagai langkah hukum yang wajar.” ungkap Rachmad.
Langkah Kejati Papua Barat Selanjutnya
Dengan penahanan dua tersangka baru ini, Kejati Papua Barat semakin mempertegas komitmennya untuk menuntaskan perkara korupsi yang melibatkan proyek-proyek pemerintah. Kejati juga memastikan bahwa tidak akan ada pelaku tindak pidana korupsi yang lolos dari jerat hukum, serta akan terus mengembangkan penyidikan guna mengungkap pihak-pihak lain yang mungkin terlibat dalam praktik korupsi ini.
Muhammad Syarifuddin menambahkan bahwa Kejati Papua Barat bertekad untuk mengembalikan kerugian negara yang timbul akibat korupsi ini dan memastikan bahwa ke depan, proyek-proyek pembangunan akan dikelola dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
“Kami akan terus berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya dan memastikan bahwa para pelaku korupsi bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Negara harus melindungi anggaran yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.”
Dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat, Kejati Papua Barat berharap dapat membawa keadilan bagi masyarakat yang seharusnya merasakan manfaat dari pembangunan infrastruktur yang dibiayai dengan uang rakyat. (Red)