Jakarta – BINTANGJAGATNEWS. Senin, 25 November 2024. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa dalam gelar perkara kasus operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, salah satu pimpinan KPK, Johanis Tanak, turut hadir dan setuju untuk membawa kasus tersebut ke tahap penyidikan. Hal ini disampaikan oleh Alexander dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, pada Minggu (24/11/2024).
Dalam gelar perkara yang dihadiri oleh tiga pimpinan KPK, yaitu Alexander Marwata, Ketua KPK Nawawi Pomolango, dan Johanis Tanak, pihak KPK sepakat untuk menaikkan status kasus OTT yang melibatkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dan dua tersangka lainnya, yakni Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, serta Anca, asisten pribadi (adc) Gubernur Bengkulu, ke tahap penyidikan. Alexander menegaskan bahwa Tanak tidak keberatan dengan keputusan tersebut, meskipun sebelumnya Tanak pernah menyatakan pendapat berbeda terkait kegiatan OTT dalam rapat tes kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI, pada Selasa (19/11/2024).
“Perkara ini sudah diekspos sore tadi setelah para terduga pelaku datang ke KPK. Dalam ekspose tersebut, saya, Pak Nawawi, dan Pak Tanak hadir. Kami sepakat untuk menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan, dan Pak Tanak juga setuju,” jelas Alexander dalam konferensi pers tersebut.
Alexander menambahkan, keputusan untuk melakukan OTT dan melanjutkan kasus ini ke tahap penyidikan diambil setelah pihak KPK merasa memiliki cukup alat bukti. Dengan tegas, ia menyampaikan bahwa Johanis Tanak tidak memiliki keberatan terhadap adanya kegiatan penangkapan yang dilakukan dalam operasi tersebut. “Jadi jangan ditanyakan lagi besok jika ada pertanyaan tentang Pak Tanak,” imbuhnya.
Namun, dalam catatan yang lebih luas, Johanis Tanak sebelumnya mengungkapkan pandangannya yang lebih kritis terhadap praktik OTT dalam tes fit and proper test calon pimpinan KPK. Tanak menyatakan bahwa menurut pemahamannya, OTT sebagai metode pemberantasan korupsi tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Menurut hemat saya, OTT itu kurang tepat. Walaupun saya di pimpinan KPK, saya harus mengikuti, tapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu sendiri tidak pas,” kata Tanak dalam tes tersebut.
Tanak bahkan mengungkapkan bahwa dia lebih memilih untuk menutup (close) kasus-kasus yang ditangani melalui OTT, karena dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. “Saya bisa saja menutupnya, karena itu tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP,” tegasnya kala itu.
Kasus Pemerasan Terkait Dana Kampanye Gubernur Bengkulu
Dalam kasus yang sedang bergulir ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka terkait dugaan pemerasan yang melibatkan dana kampanye Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. KPK juga menyita uang senilai Rp 7 miliar yang terdiri dari tiga mata uang, yaitu Rupiah, Dolar Amerika (USD), dan Dolar Singapura (SGD), yang ditemukan di beberapa lokasi.
Rohidin Mersyah, yang juga merupakan calon petahana dalam Pilkada 2024, diduga terlibat dalam praktik korupsi terkait dana kampanye, yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintahan di Provinsi Bengkulu. Sebagai tindak lanjut, KPK kini tengah mendalami kasus tersebut melalui penyidikan lebih lanjut.
Meski Johanis Tanak pernah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap praktik OTT dalam konteks pemberantasan korupsi, keputusan untuk menerapkan langkah hukum tersebut dalam kasus Gubernur Bengkulu ini tetap diambil berdasarkan pertimbangan kecukupan alat bukti yang dimiliki KPK. Ke depan, publik menantikan apakah pandangan Tanak yang kritis terhadap OTT akan berdampak pada kebijakan KPK dalam menangani kasus-kasus serupa. (Red)